Senin, 11 Juni 2012

Menjadilah Dirimu

(Menjadi diri sendiri itu tidak mudah, karena hanya kita yang bisa menjadi diri kita, bukan orang lain)


Menjadi karang-lah, meski tidak mudah. 
Sebab ia 'kan menahan sengat binar mentari yang garang. Sebab ia 'kan kukuh halangi deru ombak yang kuat menerpa tanpa kenal lelah. Sebab ia 'kan melawan bayu yang keras menghembus dan menerpa dengan dingin yang coba membekukan. Sebab ia 'kan menahan hempas badai yang datang menggerus terus-menerus dan coba melemahkan keteguhannya. Sebab ia 'kan kokohkan diri agar tak mudah hancur dan terbawa arus.Sebab ia 'kan berdiri 
tegak berhari-hari, bertahun-tahun, berabad-abad, tanpa rasa jemu dan bosan. 


Menjadi pohon-lah yang tinggi menjulang, meski itu tidak mudah. Sebab ia 'kan tatap tegar bara mentari yang terus menyala setiap siangnya. Sebab ia 'kan meliuk halangi angin yang bertiup kasar. Sebab ia 'kan terus menjejak bumi hadapi gemuruh sang petir. Sebab ia 'kan hujamkan akar yang kuat untuk menopang. Sebab ia 'kan menahan gempita hujan yang coba merubuhkan. Sebab ia 'kan senantiasa berikan bebuahan yang manis dan mengenyangkan. Sebab ia 'kan berikan tempat bernaung bagi burung-burung yang singgah di dahannya. Sebab ia 'kan berikan tempat berlindung dengan rindang daun-daunnya. 
Menjadi paus-lah, meski itu tak mudah. Sebab dengan sedikit kecipaknya, ia akan menggetarkan ujung samudera. Sebab besar tubuhnya 'kan menakutkan musuh yang coba mengganggu. Sebab sikap diamnya akan membuat tenang laut dan seisinya. 
Menjadi elang-lah, dengan segala kejantanannya, meski itu juga tidak mudah. Sebab ia harus melayang tinggi menembus birunya langit. Sebab ia harus melanglang buana untuk mengenal medannya. Sebab ia harus melawan angin yang menerpa dari segala penjuru. Sebab ia harus mengangkasa jauh tanpa takut jatuh. Sebab ia harus kembali ke sarang dengan makanan di paruhnya. Sebab ia harus menukik tajam mencengkeram mangsa. Sebab ia harus menjelajah cakrawala dengan kepak sayap yang membentang gagah. 
Menjadi melati-lah, meski tampak tak bermakna. Sebab ia 'kan tebar harum wewangian tanpa meminta balasan. Sebab ia begitu putih, seolah tanpa cacat. Sebab ia tak takut hadapi angin dengan mungil tubuhnya. Sebab ia tak ragu hadapi hujan yang membuatnya basah. Sebab ia tak pernah iri melihat mawar yang merekah segar. Sebab ia tak pernah malu pada bunga matahari yang menjulang tinggi. Sebab ia tak pernah rendah diri pada anggrek yang anggun. Sebab ia tak pernah dengki pada tulip yang berwarna-warni. Sebab ia tak gentar layu karena pahami hakikat hidupnya. 
Menjadi mutiara-lah, meski itu tak mudah. Sebab ia berada di dasar samudera yang dalam. Sebab ia begitu sulit dijangkau oleh tangan-tangan manusia. Sebab ia begitu berharga. Sebab ia begitu indah dipandang mata.Sebab ia tetap bersinar meski tenggelam di kubangan yang hitam. 
Menjadi kupu-kupulah, meski itu tak mudah pula. Sebab ia harus melewati proses-proses sulit sebelum dirinya saat ini. Sebab ia lalui semedi panjang tanpa rasa bosan. Sebab ia bersembunyi dan menahan diri dari segala yang menyenangkan, hingga kemudian tiba saat untuk keluar. 

Karang akan hadapi hujan, terik sinar mentari, badai, juga gelombang. Elang akan menembus lapis langit, mengangkasa jauh, melayang tinggi dan tak pernah lelah untuk terus mengembara dengan bentangan sayapnya. Paus akan menggetarkan samudera hanya dengan sedikit gerakan. Pohon akan hadapi petir, deras hujan, silau matahari, namun selalu berusaha menaungi. Melati ikhlas 'tuk selalu menerima keadaannya, meski tak terhitung pula bunga-bunga lain dengan segala kecantikannya. Kupu-kupu berusaha bertahan, meski saat-saat diam adalah kejenuhan. Mutiara tak memudar kelam, meski pekat lingkungan mengepungnya di kiri-kanan, depan dan belakang. 
Tapi karang menjadi kokoh dengan segala ujian. Elang menjadi tangguh, tak hiraukan lelah tatkala terbang melintasi bermilyar kilo bentang cakrawala. Pausmenjadi kuat dengan besar tubuhnya dalam luas samudera. Pohon tetap menjadi naungan meski ia hadapi beribu gangguan. Melati menjadi bijak dengan dada yang lapang, dan justru terlihat indah dengan segala kesederhanaan. Mutiara tetap bersinar dimanapun ia terletak, dimanapun ia berada. Kupu-kupu hadapi cerah dunia meskipun lalui perjuangan panjang dalam kesendirian. 
Menjadi apapun dirimu..., bersyukurlah selalu. Sebab kau yang paling tahu siapa dirimu. Sebab kau yakini kekuatanmu. Sebab kau sadari kelemahanmu. Jadilah karang yang kokoh, elang yang perkasa, paus yang besar, pohon yang menjulang dengan akar menghujam, melati yang senantiasa mewangi, mutiara yang indah, kupu-kupu, atau apapun yang kau mau. Tapi, tetaplah sadari bahwa kita adalah hambaNya. .....


Have A Nice Day's http://www.gsn-soeki.com/wouw/


Minggu, 10 Juni 2012

Petuah Ayah

Petuah Sang Ayah


Minggu pagi, seorang ayah mengajak anak lelaki sulungnya yang beranjak remaja kekebun. Jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki saja. Beberapa tanaman harian seperti sayur kacang panjang, terong telah tumbuh setelah ditanam 1 minggu yang lalu.Tak lupa ia memesankan agar anaknya membawa cangkul karena ia sudah mempersiapkan beberapa stek ubi kayu sebagai bibit yang akan ditanam dilahan kebun yang ukurannya tidak seberapa besar. Tapi cukup untuk menanam beberapa sayur mayur mencukupi pangan keluarga. Mereka pamit dengan sang bunda kemudian berjalan menuju kebun. Sebuah parang terselip dipinggang.Hari pun beranjak siang.

Setelah menyingsingkan lengan baju, sang ayah pun mulai membersihkan beberapa meter persegi lahan kebun. Ia menyiangi dan menebas beberapa bagian yang masih tertutupi semak belukar untuk kemudian dengan menggunakan cangkul yang tadi dipanggul sisulung ia pun mulai mengayunkannya untuk menggemburkan tanah tempat ia akan menancapkan beberapa stek ubi kayu yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Peluh pun mengucur membasahi tubuhnya yang mulai ringkih. Menetes diujung dagu sambil sesekali ia seka menggunakan handuk putih yang diselipkan istrinya kekantong celana panjangnya. Seperti lagu yang populer zaman anak-anak dahulu cangkul cangkul cangkul yang dalam, menanam ubi dikebun kita.
"Af, coba dikau bersihkan semak diujung kebun, sebentar nanti ayah menyusul, ayah selesaikan dahulu beberapa stek yang tersisa ini ya", demikian sang ayah meminta anaknya untuk mulai membersihkan sisi ujung kebun yang masih tertutup semak. Ternyata sisulung bernama afrizal. Dengan sigap sebagai anak yang berbakti afrizal pun berdiri setelah beberapa lama ia hanya memperhatikan sang ayah menebas dan mencangkul kebun mereka. Ia bergerak kebagian k ebun yang ditunjuk sang ayah dan mulai mengayunkan parang yang sebelumnya mereka bawa. Satu dua tebasan, parang terayun, semak belukar pun mulai terang. Tak berapa tebasan ia pun berhenti, berusaha menarik nafas mengendalikan dadanya yang sesak, Nafasnya tersengal-sengal. "Ha, napo af, sesak nafas dikau. Bawa dudok sekejap", tersenyum sang ayah melihat anak sulungnya tersengal-sengal nafasnya setelah menebas semak belukar. Ia pun melanjutkan mencangkul. Afrizal duduk sejenak seraya berkata "Yolah ayah". Setelah beristirahat beberapa saat, ia pun bangkit mulai menebas kembali semak yang belum seberapa terang. Namun baru beberapa tebasan, nafasnya kembali sesak dan ia pun kembali terduduk. Sang ayah dengan wajah bijak datang menghampiri anaknya. Ia pun memegang pundak sang anak dan duduk tepat disebelah kirinya. "Payah dikau bekerja macam ni ? Tulah, kalau dikau tak kuat ini (sang ayah sambil menunjuk lengan nya), dikau mesti kuat ini (sang ayah menunjuk kepalanya). Hidup ni tak semudah yang dikau bayangkan. Mulai sekarang, dikau sudah mesti mengambil sikap apakah dikau akan menggunakan otak atau otot untuk menjadi seorang lelaki". Sambil menepuk-nepuk pundak sang anak ia pun berdiri kembali meneruskan pekerjaanya yang tertunda. Afrizal termenung, singkat namun petuah sang ayah membekas betapa akhir dari sebuah perjalanan justru diawali dengan sikap untuk memutuskan satu diantara dua perkara diawalnya. Ya, saya harus memilih otak atau otot.~Semilir hati resource